Ada pemandangan yang indah saat prosesi Jumat Agung di Larantuka, Flores Timur, Nusa Tenggara Timur, Jumat malam (22/4/2011). Beberapa pemuda dengan kopiah dan peci ikut menjaga ketertiban pada saat prosesi puncak Semana Santa, pekan suci perayaan Paskah di Larantuka.
Mereka merupakan Remaja Masjid Agung Aswada Kabupaten Flores Timur. Ada sekitar 10 pemuda yang turun malam itu. Mereka adalah anggota Masjid Agung, Kelurahan Eka Sapta, Larantuka.
"Tradisi di sini sangat tinggi tingkat toleransi beragama. Kalau mereka (umat Katolik) ada acara, kita ikut bantu. Dan sebaliknya, kalau kami ada kegiatan agama, mereka pasti ikut bantu," kata Noor Siru, salah satu anggota Remaja Masjid Agung Aswada yang ikut turun menjaga lalu lintas umat di Gereja Kathedral. Mereka bertugas menjadi pagar betis di depan gereja.
"Kami menjaga supaya tidak ada umat terobos masuk atau tidak menyelonong. Jadi biar tertib," jelasnya.
Para pemuda ini rata-rata sudah lima tahun membantu kegiatan di gereja. Apalagi saat perayaan Semana Santa. Sehingga menurut Noor mereka sudah hafal dengan ritual-ritual tersebut. "Saya kurang tahu dari kapan tradisi ini. Tapi ini sudah diturunkan dari generasi ke generasi. Sejak awal, Islam sudah berperan di Larantuka," tutur Noor.
Tahun lalu, saat perayaan Semana Santa yang ke 500 tahun, para pemuda ikut membantu. Bahkan Imam Masjid turut hadir. "Sebaliknya juga. Saat pembangunan masjid, mulai dari peletakan batu pertama sampai sekarang, pemuda Katolik terus bantu-bantu. Bapak Uskup sampai turun langsung, hadir saat peletakan batu," cerita Noor.
Ia mengatakan di Larantuka, warga yang bergama Islam dan Katolik selama berabad-abad hidup bersama dengan harmonis dan selalu rukun. "Kami merasa berada dalam satu rahim pelindung kota Larantuka. Satu tanah kelahiran. Di sini rata-rata sudah campur karena pernikahan. Jadi pasti punya saudara beda agama. Jadi tidak mungkin ada perkelahian atau seteru antar agama," tuturnya. Misalnya salah satu pemuda Muslim menuturkan ia memiliki nenek dan sepupu beragama Katolik.
Sementara itu, Raja Larantuka Don Tinus menceritakan kepada Kompas.com bahwa umat Islam di Larantuka sudah melewati sejarah panjang. Di abad ke-16, Raja Larantuka mengangkat tujuh suku Islam sebagai kerabat Raja karena telah membantu Raja dalam melawan pemberontakan raja-raja kecil. Sebagai imbalan, Raja memberikan tempat untuk mereka menetap.
"Dulu, saat seperti ini mereka mengantar kue bolo kekera atau kue rambut, kue cucur, dan kue kembang goyang. Kue-kue diantar oleh keluarga-keluarga Muslim dan dibawa ke 8 armida (tempat perhentian prosesi Jumat Agung). Kadang juga mereka memberikan lilin. Mereka juga ikut prosesi saat bagian akhir," kisah Don.
Sayang, abad ke-19 ritual ini mulai hilang. Karena itu, pihaknya berencana menghidupkan kembali ritual tersebut pada perayaan 100 tahun tujuh suku Islam menetap di tempat yang diberikan Raja. "Supaya tradisi sejarah dan kekerabatan Katolik-Islam dapat dirayakan. Kami coba kembangkan lagi tradisi ini di lintas agama antara pemuda," ungkapnya.
Semana Santa adalah pekan suci yang dimulai dari Minggu Palem sampai Minggu Paskah. Ritual puncaknya pada saat Jumat Agung. Semana Santa merupakan perayaan Katolik khas masyarakat Larantuka, Flores Timur, NTT.
Ritual ini sudah berlangsung selama 500 tahun dan merupakan ritual peninggalan Portugis. Semua tradisi, ornamen, dan perlengkapan yang digunakan dalam pelaksanaan prosesi Jumat Agung adalah warisan Portugis. Bahkan untuk doa dan kidung pujian menggunakan bahasa Portugis.











Patung Tuan Ma Diarak Keliling Larantuka KOMPAS IMAGES/FIKRIA HIDAYAT Warga menyalakan lilin ketika berziarah ke makam keluarga di Permakaman Katholik Reinha Rosari, sebagai rangkaian Pekan Suci atau Semana Santa bagi umat Katholik di Larantuka, Flores Timur, NTT, Jumat (22/4/2011) petang. Malam hari, juga dilaksanakan acara lainnya di antaranya prosesi Jumat Agung mengelilingi Kota Larantuka. Jumat, 22 April 2011 | 22:45 WIB LARANTUKA, POS KUPANG.Com - Umat dan peziarah di Larantuka, Flores Timur, NTT, memadati Gereja Kathedral untuk melakukan prosesi puncak Jumat Agung, Jumat (22/4/2011). Patung Tuan Ma (Bunda Maria) dan Patung Tuan Ana (Yesus) akan diarak keliling Larantuka yang diwakili oleh 8 armida (tempat perhentian). Sekitar pukul 19.00, umat mulai bergerak dari Gereja Kathedral mengantar Patung Tuan Ma dan Patung Tuan Ana menuju setiap armida. Armida-armida tersebut menyimbolkan kehidupan Yesus mulai dari masa Bunda Maria mengandung hingga wafatnya Yesus. Delapan armida melambangkan 8 suku yang sebelumnya, pada pukul 18.00, Lakademu atau petugas yang akan menandu patung Tuan Ana melakukan jalan kure. Jalan kure adalah memeriksa situasi keamanan di sepanjang rute yang akan dilewati patung Tuan Ma dan patung Tuan Ana. Lakademu menggunakan baju khas Portugis dengan busana tertutup hingga ke wajah. Sementara itu, di sore hari warga mulai menempatkan gambar dan patung Bunda Maria di muka rumah yang akan dilewati Patung Ma dan Patung Ana. Armida-armida pun dirias. Malam saat iring-iringan, ribuan umat dan peziarah baik penduduk Larantuka maupun pengunjung dari luar kota dan mancangera berbaur turun ke jalan. Sambil berjalan, mereka terus melantunkan Salam Maria dan kidung-kidung. Masing-masing membawa lilin. Di Gereja Kathedral dan di setiap armida dilantunkan kidung "O Vos" atau ratapan derita Yesus. Semana Santa adalah pekan suci yang dimulai dari Minggu Palem sampai Minggu Paskah. Ritual puncaknya pada saat Jumat Agung. Semana Santa merupakan perayaan Katolik khas masyarakat Larantuka, Flores Timur, NTT. Ritual ini sudah berlangsung selama 500 tahun dan merupakan ritual peninggalan Portugis. Semua tradisi, ornamen, dan perlengkapan yang digunakan dalam pelaksanaan prosesi Jumat Agung adalah warisan Portugis. Bahkan untuk doa dan kidung pujian menggunakan bahasa Portugis.








