Kamis, 26 Desember 2013

Masa Natal Menghadirkan Kebesaran Santo Yusuf

Sosok Santo Yusuf dalam kesunyian Nazaret.
Santo Yusuf, bapak asuh Yesus dan suami Santa Perawan Maria setia pada panggilannya untuk mendampingi Maria dan Yesus. Ia tidak keberatan. Ia bahagia dapat melakukan hal-hal sederhana, bagi keluarganya, di Kota Nazaret. Semua yang dilakukannya dalam kesunyian Nazaret, ia lakukan bagi Tuhan untuk kebahagiaan Maria dan Yesus.
Kita dapat melihat dalam gereja peranan Santo Yusuf semakin lama semakin besar.kenyataannya kita sukar mengubur perannya dalam iman kita.Maka tidak salah jika kita berpaling kepadanya untuk mendapatkan pengertian tentang hidup Katolik sejati,yaitu hidup dalam Yesus,bersama Yesus dan untuk Yesus.

Santo Yusuf dalam Kitab Suci

Santo Yusuf berasal dari keturunan Daud dan hidup sederhana sebagai seorang tukang kayu di Nazareth. Ia seorang yang berani, murni hati, jujur, tulus, setia, rendah hati, lemah lembut. Ketika tahu bahwa Maria telah mengandung sebelum hidup sebelum sebagai suami-istri, Yusuf tidak mau mencemarkan nama baiknya di masyarakat. Dengan diam-diam ia bermaksud menceraikannya. Di satu pihak, dia tak dapat mengerti bagaimana Maria dapat hamil. Di pihak lain, dia amat yakin bahwa Maria tidak berdosa. Karena itu, dia mencari jalan keluar yang terbaik. Namun, niatnya itu dibatalkannya ketika mendapat perintah malaikat dalam mimpinya (Mat 1:18-24). Ia adalah seorang seorang yang setia dan patuh kepada bisikan ilahi yang menggema halus dalam hatinya.

Beberapa kali malaikat mengunjung dia dalam mimpi. Yusuf melaksanakan segala perintahnya dalam diam, tanpa kata. Perintah kedua diterimanya setelah Yesus lahir. Raja Herodes mau membunuh kanak-kanak Yesus dengan jalan menghabisi semua anak laki-laki di bawah usia dua tahun. Yusuf diberitahu untuk menyelamatkan Yesus beserta ibu-Nya ke Mesir. Ia langsung melaksanakan perintah dengan membawa Yesus serta ibu-Nya ke tanah Mesir (Mat 2:13-15). Setelah kematian Herodes, kembali malaikat memerintahkannya agar kembali ke Israel. Ia bertindak bijaksana dan hati-hati. Ia tidak membawa Yesus dan Maria kembali ke Betlehem melainkan ke Nazaret di Galilea (Mat 2:19-23).

Dalam Kitab Suci tercermin sikap kesetiaan Yusuf sebagai suami dan bapak asuh Yesus. Hal itu tampak ketika Yesus hilang dalam perjalanan pulang ke Nazaret setelah merayakan Paskah Yahudi di Yerusalem. Tiga hari penuh, ia bersama Maria setia mencari Yesus. Akhirnya, mereka menemukan-Nya, di Bait Allah Yerusalem. Yesus sedang berdiskusi dengan para ahli Kitab (Luk 41-52). Ia mendekati Putranya itu dengan sikap lemah lembut, sederhana dan rendah hati. Kesederhanaan dan kelemahlembutannya itulah yang membuat Yesus meninggalkan para ahli Kitab dan segera mengikuti mereka untuk kembali ke Nazaret.

Hingga kini, tanggapan khas yang kerap dijumpai mengenai pribadi Santo Yusuf sebagai suami Maria dan ayah asuh Yesus adalah seorang ayah yang tulus hati, setia, jujur, dan baik, entah melalui teladan hidup, kata-kata maupun tindakannya. Secara tulus, ia mencintai Maria dan Yesus dengan seluruh jiwa-raganya. Cintanya sungguh tidak terbagi, penuh kehangatan dan selalu memberi. Cintanya sungguh tidak mengharapkan balasan apa pun. Itulah sebabnya Yesus bertumbuh dan berkembang dalam semangat cinta yang sama.

Santo Yusuf memiliki suatu peran istimewa,yang lebih manis,lebih mesra mengambil tempat dalam hati kita.Pada Masa Natal menghadirkan kebesaran Santo Yusuf sebagai seorang yang taat pada kehendak Allah dan seorang bapa yang dapat menjadi figur setia keluarga kristiani.Santo Yusuf menjadi “tersembunyi“ supaya Anaknya menjadi besar.Santo Yusuf ,engkau adalah teladanku.

Rabu, 06 Maret 2013

Pertumbuhan dan Perkembangan Kawasan Pecinan Lama Bandung





Kawasan Pecinan merupakan sebutan bagi daerah yang mayoritas penduduknya adalah penduduk cina yang berniaga dan bermukim di suatu kawasan.  Kawasan Pecinan di Bandung terletak di sekitar Pasar Baru, mulai dari sebelah barat Sungai Cikapundung, daerah belakang bangunan Pasar Baru saat ini, sampai dengan daerah sekitar Stasiun Kereta Api Bandung bagian selatan. 

Perkembangan pesat kawasan Pasar Baru mengimbas juga ke kawasan Pecinan Lama ini, terbukti dari perkembangan intensitas kegiatan ekonomi, perubahan-perubahan fisik bangunan lama menjadi bangunan modern untuk menampung fungsi perdagangan yang meningkat, peningkatan kepadatan penduduk serta kepadatan bangunan.  Secara ekonomi, intensitas kegiatan perdagangan meningkat dan menghasilkan pendapatan yang lebih besar.  Secara arsitektural, kawasan ini mengalami degradasi kualitas fisik bangunan akibat usia dan perombakan bangunan lama menjadi bangunan baru. 

Kawasan ini awalnya memiliki ‘genius loci’ atau ‘sense of place’ sebagai kawasan Pecinan.  Ditinjau dari segi  historis dan arsitekturalnya, kawasan ini merupakan benda cagar budaya yang harus dilestarikan dengan preservasi ataupun konservasi. 

Pembahasan tentang kawasan Pecinan pada makalah ini hanya dibatasi pada kawasan Pecinan Lama saja, yang terletak di sebelah barat Sungai Cikapundung. 
Sejarah Kawasan
Kawasan Pecinan Lama terletak di dekat Sungai Cikapundung, sampai daerah depan Pasar Baru. Pada masa kolonial Belanda dahulu, daerah ini disebut Chineesche Voorstraat, kemudian disebut daerah Pecinan atau Chinatown, karena di sinilah terkonsentrasi para pedagang Cina yang berusaha dan bermukim membentuk wilayah tersendiri di awal perkembangan kota Bandung. Dengan dibukanya jalur kereta api Batavia-Bogor-Bandung tahun 1884, dan   Bandung-Yogyakarta-Surabaya tahun 1894, daerah Bandung banyak didatangi kaum pendatang dari daerah lain, dan di antara mereka terdapat  orang-orang Cina yang bertujuan berdagang.  Mereka lebih menyukai melakukan kegiatan perdagangan di toko yang sekaligus merupakan tempat tinggalnya, dibandingkan dengan berdagang di Pasar Baru.  Pengelompokan ini juga merupakan upaya pemerintah kolonial Belanda untuk mengawasi dan mengendalikan orang-orang Cina di masa itu.

Awalnya para saudagar/pedagang pribumi dan Arab memegang peran penting dalam perekonomian.  Karena keuletannya, para pedagang Cina ini berperan dalam sektor perekonomian kota, dan bahkan mampu menggeser peran saudagar-saudagar pribumi dan Arab.  Bukti dominasi peran saudagar pribumi terlihat dari nama jalan dan gang di kawasan Pasar Baru, yang dinamakan dari nama para saudagar pribumi.

Pada tahun 1800-an, daerah Pecinan terletak di sebelah barat Sungai Cikapundung (Pecinan Lama).  Pemilihan tempat permukiman ini diduga kuat ada kaitannya dengan keadaan alamnya yang dipercayai memiliki Chi yang baik sesuai dengan Feng Shui.  Kondisi daerah ini antara lain muka tanah yang landai, dekat dengan sungai yang berkelok, dan di sebelah Utara terdapat perbukitan (daerah Dago)  Lokasi ini secara geografis dipilih mengingat bagian selatan kota pada saat itu diduga masih merupakan daerah rawa, sedangkan daerah Utara memiliki kontur yang curam dengan aliran air yang deras. Faktor lain adalah kedekatannya dengan sarana transportasi kereta api, yang merupakan moda transportasi penting saat itu. 

Perubahan Fisik Kawasan 

Perubahan fisik kawasan terbentuk dari perubahan-perubahan yang terjadi dalam elemen-elemen penyusun kawasan tersebut, antara lain : 
a.  Jaringan Jalan dalam Kawasan
Jaringan jalan yang terdapat di kawasan  ini antara lain :
  • Jalan Otto Iskandardinata (Pangeran Soemedangweg).
  • Jalan Pecinan Lama (Chineesche Voorstraat).
  • Jalan ABC (ABC Voorstraat).
  • Jalan Banceuy (Kherkhofweg).
  • Jalan Suniaraja.
  • Gang Suniaraja.
  • Gang Cikapundung dan gang-gang lainnya.
            Jalan Otto Iskandardinata mengalami peningkatan intensitas pemakaiannya dan perubahan lebar jalan.  Saat ini pada jalan ini diberlakukan arus lalu lintas searah, dari Utara menuju Selatan.  Sebagian badan jalan digunakan untuk tempat parkir, dan pedagang kaki lima.
Jalan Pecinan Lama relatif tidak seramai jalan-jalan di sekitarnya.  Badan jalan didominasi oleh kendaraan milik penghuni yang diparkir di salah satu sisi jalan, dan pedagang kaki lima yang menempati trotoar jalan di depan bangunan toko/gudang.

Jalan ABC baru tergambar pada peta Kota Bandung tahun 1924. Arus lalu lintas diberlakukan searah, menghubungkan Jalan Otista dengan Jalan Banceuy, sampai ke Sungai Cikapundung. Jalan terdiri dari 3 lajur, namun 2 lajur di kedua sisinya dipakai sebagai tempat parkir.  Terdapat trotoar di kedua sisi jalan sebagai tempat pejalan kaki.

Jalan Banceuy (istal kuda) dibangun untuk melayani pembangunan penjara Banceuy tahun 1871.  Saat ini pada jalur ini diberlakukan arus lalu lintas searah dari Selatan ke Utara.  Jalan ini sangat padat karena digunakan untuk jalur lintas kendaraan dan tempat parkir.

Ditinjau dari lebar badan jalannya, nama jalan ‘Gang Suniaraja’ merupakan jalan lingkungan satu arah yang dapat dilalui mobil dan sebagian badan jalannya digunakan sebagai lahan parkir.  Parkir jalan ini didominasi oleh parkir truk dan mobil boks milik pertokoan sepanjang jalan ini, sehingga menutupi separuh badan jalan.

Ditinjau dari lebar badan jalannya, Gang Cikapundung merupakan  jalan lingkungan yang dapat dilalui mobil satu arah dengan sebagian badan jalannya digunakan sebagai lahan parkir.

Di balik deretan pertokoan di koridor jalan, terdapat permukiman padat di daerah kantong dalam blok kawasan dengan fungsi campuran.  Permukiman ini dapat diakses melalui gang-gang kecil yang terdapat di antara bangunan-bangunan di koridor jalan tersebut.  Di tiap mulut gang ke jalan besar ditempatkan pintu gerbang yang bisa ditutup sewaktu-waktu.


b. Tipe Bangunan di dalam Kawasan
Karakteristik khas kawasan Pecinan Bandung ini adalah detail-detail bangunan yang berasal dari berbagai gaya yang diterapkan dalam bangunan-bangunan, akibatnya tampilan fisik kawasan adalah perpaduan beberapa gaya seperti tipe tradisional, Cina-Eropa, Cina-lokal, Eropa-lokal, dll.

Bangunan-bangunan di kawasan Pecinan Lama secara umum dapat diklasifikasikan menjadi beberapa tipe, antara lain :

  • Tipe tradisional ’kampung’ 
Terdiri dari satu lantai, yang strukturnya adalah struktur berbahan kayu. Awalnya terbentuk dari rumah sederhana atau warung Cina, yang dikelilingi oleh ruang terbuka.  Dengan semakin padatnya kawasan, hanya fisik bangunan yang tersisa, sedangkan ruang terbuka di sekelilingnya telah terbangun oleh bangunan yang relatif baru.  Tipe bangunan ini menjadi langka dan mengalami degradasi kualitas fisik arsitektural seiring dengan bertambahnya umurnya.

  • Tipe tradisional Cirebon-Jawa
Sepintas bangunan ini bergaya Cina, tetapi bangunan tipe ini awalnya dimiliki dan ditempati oleh pedagang pribumi.  Terdiri dari satu lantai yang berfungsi sebagai pertokoan di bagian depan, dan tempat tinggal di bagian belakang bangunan.  Dilengkapi dengan pintu masuk dari samping menuju bagian rumah tinggal di belakangnya.  Tetapi kemudian sebagian besar jalan samping ini ditutup untuk kemudian dibangun menjadi bagian dari toko. Tidak ada desain khusus untuk bangunan pojok antar dua jalan, bagian depan bangunan diorientasikan pada jalan yang dianggap lebih penting. Banyak bangunan seperti ini sekarang dibagi kepemilikan secara longitudinal, sehingga mempersempit fasade masing-masing bagian.  Dan masing-masing bagian kemudian membangun kembali dengan menambah jumlah lantai bangunan sebanyak 3-4 lantai.



  • Tipe campuran Cirebon – Eropa
Tipe bangunan ini merupakan perkembangan dari tipe tradisional Cirebon-Jawa, tetapi dengan menambahkan inovasi seperti sistem atap belanda.  Dibangun oleh para pedagang Cina yang tinggal di bangunan ini setelah pedagang pribumi.  Bangunan ini terletak pada kavling lebar, dengan fasade mengadopsi elemen estetik belanda dan mengadaptasikannya dengan tipe tradisional Cirebon-Jawa, contohnya atap ‘ettic palsu’ belanda.

  • Tipe Cina
Tipe bangunan pertokoan Cina konvensional tidak terdapat di kawasan Pasar Baru, yang ada hanya beberapa tipe bangunan yang mirip atau menyerupai bangunan berarsitektur Cina konvensional.  Gaya arsitektur cina di Pecinan Bandung, tidak dibangun sepenuhnya seperti bangunan tradisional Cina akibat keterbatasan kemampuan ekonomi pemiliknya.  Pada bangunan-bangunan ini, elemen arsitektur tradisional cina yang tampak adalah dinding pemikul samping Chin Kang Ch’iang, dan ornamen sederhana pada bubungan atap.  Dipakai pula konstruksi Hsiao Shih Ta Mu atau konstruksi kayu sederhana.


  • Tipe Mannerist European.
Dibangun dan ditempati oleh para pedagang Cina.  Tipe bangunan seperti ini distimulasi oleh makin sempitnya lahan sehingga bentuk kavling menjadi memanjang ke belakang.  Karakteristik  tipologi bangunan ini adalah bangunan terdiri dari dua lantai, atap perisai, dan fasade simetris.

  • Tipe bangunan modern.
Dalam kawasan studi kita dapat menemukan beberapa rumah yang gaya bangunannya mengacu pada gaya arsitektur modernisme Eropa pada tahun 1920 dan 1930-an.

c. Tata Bangunan dan Peruntukannya
§  Bangunan di Koridor Jalan Otto Iskandardinata
Sejak awal terbentuknya, daerah ini memang diperuntukkan sebagai daerah   komersial dengan fungsi campuran antara perdagangan dengan permukiman.  Daerah sisi jalan dipergunakan sebagai pertokoan, sedangkan kavling bangunan sebelah dalam atau lantai atas dipergunakan sebagai tempat tinggal.  Bangunan di sepanjang jalan ini ditata sehingga menjadi bangunan pertokoan berarkade dengan sempadan bangunan nol.  Bangunan berlantai 3-4 yang relatif baru dibangun mendominasi tampilan streetscape jalan ini.  Terdapat bangunan dengan tipologi bangunan sudut di daerah pertemuan antara dua buah jalan.

§  Bangunan di Koridor Jalan Pecinan Lama
Bangunan memiliki fungsi campuran antara perdagangan dengan permukiman untuk pedagang cina.  Daerah sisi jalan dipergunakan sebagai pertokoan, sedangkan kavling bangunan sebelah dalam dipergunakan sebagai tempat tinggal.  Tipe-tipe bangunannya relatif beragam, namun didominasi oleh tipe bangunan yang berciri khas memakai sebagian arsitektur cina.  Bangunan-bangunan lama masih mendominasi tampilan streetscape jalan ini, yang masih digunakan sebagai toko, hunian, dan ada pula yang sudah dialihfungsikan menjadi gudang dan kantor Kelurahan Braga.

§  Bangunan di Koridor Jalan  ABC
Di sini terdapat deretan bangunan yang memperdagangkan barang elektronik, didominasi oleh bangunan relatif baru dibangun, berlantai 3-4.  Lantai dasar dipergunakan sebagai toko atau showroom, sedangkan bagian atas digunakan sebagai hunian. Fasade bangunan tertutup oleh papan reklame atau nama toko. Bangunan tidak memiliki arkade, namun lantai atas bangunan merupakan overstek yang melindungi pejalan kaki .  Pada ujung barat Jalan ABC masih dapat ditemukan dua buah bangunan pojok kembar.

§  Bangunan di Koridor Jalan Banceuy
Lokasi perdagangan ini berkembang sejak didirikannya pasar besi bekas, lokasinya menempati areal bekas kuburan, yang dikenal dengan nama Sentiong. Sebagian penggal Jalan Banceuy bagian Utara dikenal sebagai daerah perdagangan onderdil mobil, yaitu penggal jalan yang berdekatan dengan Jalan Suniaraja. Sebagian bangunan masih mempertahankan bentukan fisik arsitekturnya, dengan gaya arsitektur cina, art deco (Toko Kopi Aroma), dll.

§  Bangunan di Koridor Gang Suniaraja
Bangunan-bangunannya saat ini menampung fungsi perdagangan spesifik bahan-bahan material bangunan.  Bangunan didominasi oleh bangunan baru, dengan fasade bangunan yang sebagian besar tertutup oleh papan reklame dan nama toko.  Tidak terdapat arkade sepanjang pertokoan, tidak juga terdapat overstek yang melindungi jalur pejalan kaki.



§  Bangunan di Koridor Jalan Suniaraja
Bangunan-bangunannya saat ini menampung fungsi yang lebih beragam, tidak spesifik seperti fungsi bangunan pertokoan di Gang Suniaraja.  Beberapa bangunan merupakan pertokoan yang memperdagangkan bahan-bahan material bangunan, dan ada pula bangunan yang menjadi bank dan fungsi komersial lainnya.

c. Tata Bangunan pada ‘Daerah Kantong’ dalam Kawasan
Daerah kantong merupakan istilah untuk daerah yang terletak di dalam blok, di     belakang massa-massa bangunan di periferi blok.  Pada awal terbentuknya  daerah kantong ini merupakan permukiman yang memiliki lahan di periferi, namun kemudian lahan pertokoan beralih kepemilikan.  Awalnya permukiman tersebut memiliki lahan yang relatif besar dengan akses ke jalan besar, namun seiring dengan pesatnya pertumbuhan pertokoan di periferi blok, daerah di dalam blok menjadi terlingkupi oleh massa-massa bangunan di pinggir jalan. 

Daerah kantong dalam kawasan  ini dibedakan menjadi :
·         Daerah kantong terbuka (open pocket area).  Merupakan daerah kantong yang memiliki lebih dari satu jalan masuk, sehingga blok ini dapat diakses dari beberapa buah jalan yang mengelilinginya.
·         Daerah kantong tertutup (closed pocket area)Merupakan daerah kantong yang hanya memiliki satu jalan masuk dari beberapa jalan yang mengelilinginya. 

Perkembangan Kawasan
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan kawasan sejak awal terbentuknya sampai saat ini antara lain :

a.  Faktor Politis
Berbeda dengan daerah Pecinan di Semarang dan Jakarta, daerah Pecinan di Kota Bandung dapat dikatakan berkembang secara alamiah, tanpa terlalu banyak campur tangan politis keamanan dari pihak Belanda, akibat terjadinya kerusuhan penduduk Cina tahun 1650-1750 di kota-kota besar berpenduduk cina besar.

b.  Faktor Ekonomi
Perkembangannya didorong oleh faktor-faktor upaya pemenuhan kebutuhan hidup pokok.  Di Bandung, kawasan Pecinan terletak di dekat stasiun kereta api yang merupakan moda transportasi penting saat itu, yang menggerakkan kegiatan perekonomian di sekitarnya. 


c.  Kepercayaan terhadap Feng Shui
Pemilihan lahan untuk permukiman awal dilakukan dengan mempertimbangkan aturan feng Shui yang mereka percayai.

d.  Perkembangan Kawasan sekitarnya
Dengan pesatnya perkembangan Kota Bandung dan kawasan Pasar Baru saat itu, permukiman cina meluas dari daerah semula di dekat Sungai Cikapundung ke daerah dekat Stasiun Kereta Api, dan semakin menyebar ke berbagai penjuru kota.   Daerah Pecinan saat ini sulit ditentukan batas-batasnya, karena itu sebutan Kawasan Pecinan pada dasarnya adalah untuk menunjuk daerah Pecinan di masa lalu.

Perubahan berupa pertumbuhan dan perkembangan kawasan ini tidak terlepas dari peran beberapa pihak yang secara langsung maupun tidak langsung terlibat.  Pada awal terbentuknya,  pemerintah kolonial Belanda mempunyai peranan penting dalam membuat aturan untuk pengelompokan tempat bermukim kaum pendatang Cina.  Perkembangan selanjutnya ditentukan oleh banyak faktor, dan dilakukan bersama-sama antara pemerintah, kaum pribumi, dan penduduk keturunan cina.  
Pertumbuhan dan perkembangan kawasan ini tidak terlepas dari pengaruh berbagai pelaku (stakeholders) yang mempunyai kepentingan dan berusaha di kawasan ini, antara lain pemerintah (dari zaman kolonial sampai dengan pemerintah daerah saat ini), Kaum Cina pendatang dan keturunannya, para pedagang pribumi, pedagang dari daerah lain, dan penduduk Kota Bandung pada umumnya.

Tekanan nilai ekonomi lahan, penggunaan lahan yang efisien di pusat kota, dan beragamnya aktivitas di pusat kota merupakan faktor-faktor yang mempercepat pertumbuhan dan perkembangan kawasan. 

Belajar dari pembahasan yang telah dilakukan, beberapa hal yang perlu dilakukan antara lain :

  • Identifikasi jejak fisik kawasan dan perekaman perkembangan kawasan secara kronologis.
  • Pendataan mengenai bangunan-bangunan yang memiliki karakter arsitektur spesifik yang mewakili suatu langgam yang berpotensi menjadi benda cagar budaya, agar dapat dilakukan hal-hal yang berkaitan dengan konservasi dan preservasi.
  • Dipertahankannya ‘sense of place’ atau ‘genius loci’ kawasan ini sehingga mempunyai karakter fisik dan atmosfer yang khas.
  • Pemberian insentif bagi pemilik bangunan yang potensial menjadi benda cagar budaya, untuk tetap merawat dan mempertahankan karakter fisik bangunannya tanpa melakukan perubahan-perubahan yang signifikan.
  • Penataan kembali kaki lima yang terdapat di kawasan untuk memperbaiki tampilan visual kawasan, dan menambah kenyamanan berjalan kaki di dalam kawasan.
  • Perbaikan prasarana jalan, drainase, dan fasilitas air bersih bagi bangunan-bangunan yang terdapat di daerah kantong.
  • Perencanaan integral yang melibatkan pihak-pihak terkait dalam penataan kawasan ini dan perbaikannya dalam konteks pemugaran

  KESIMPULAN

Pemberdayaan dan peningkatan peran serta masyarakat di dalam proses pembangunan, khususnya di daerah perkotaan, bukan lagi sekedar paradigma, tetapi sudah merupakan suatu filosofy ilmu perencanaan pembangunan kota (city-planning phylosophy). Kota-kota di Indonesia selama ini dikembangkan dan dibangun dengan paradigma lama, yaitu dengan mengadakan pendekatan top-down planning dan sektoral. Hasil pembangunan yang diwujudkan, lebih mengakomodasi kebutuhan sekelompok warga masyarakat dengan prosentase kecil (exclusive society), sedang kebutuhan kelompok masyarakat yang lebih besar (marginal society) terabaikan, malah cenderung tersingkirkan.

Akibat lebih jauh adalah timbulnya kontradiksi dan konflik sosial, yang sangat rentan merusak sendi-sendi sosial yang terpelihara cukup lama, disamping perusahaan sarana-prasarana fisik perkotaan, Fenomena ini disadari bisa berakibat fatal dan akan sangat lama untuk merekatkan sendi-sendi sosial seluruh kelompok masyarakat di perkotaan, yang sempat dirusak.

Untuk ke depan, pemberdayaan dan peningkatan peran serta masyarakat di dalam proses pembangunan sebagai suatu sistem yang dipadukan dengan visi kota-kota besar dan menengah dalam sistem globalisasi yang seluruhnya bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di perkotaan.

Dari uraian di atas dapat dilihat dari hakikat ilmu proses perencanaan pembangunan kota berbasis masyarakat telah melalui landasan-landasan ilmiah yang harus dilakukan dalam mencari kebenaran, mencakup landasan ontologis, epistemologis dan ecxiologis.





DAFTAR PUSTAKA

1.      Siregar, Sandi Aminuddin (1990)  Bandung – The Architecture of a City in       Development: Urban analysis of a regional capital as a contribution to the present debate on Indonesian urbanity and architectural identity.  Vol. I & II.
2.      Kunto, Haryoto (1986) Semerbak Bunga di Bandung Raya. Bandung: PT.Granesia.
3.      Kunto, Haryoto (1984) Wajah Bandung Tempo Dulu.  Bandung: PT. Granesia.
4.      Bintarjo, Benny (1982).  Morfologi Jalan ABC BandungITB
5.      Woromurtini, Titin (1982) Morfologi Jalan Banceuy . ITB